Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Tahunan Tesla akhirnya menyetujui paket kompensasi bersejarah bagi CEO Elon Musk, yang bernilai sekitar $1 triliun (sekitar 1.400 triliun won) dalam bentuk saham. Paket ini akan dicairkan jika Musk berhasil memenuhi serangkaian target manajemen yang sangat ambisius, termasuk target kapitalisasi pasar $8,5 triliun.

Dalam RUPS yang digelar di markas besar Tesla di Austin, Texas, dan disiarkan langsung pada 6 November, perusahaan mengumumkan bahwa lebih dari 75% pemegang saham memberikan persetujuan mereka. Setelah penghitungan akhir, Musk berterima kasih kepada para pemegang saham dan berpesan, “Pegang erat saham Tesla Anda.”

Persetujuan di Tengah Kontroversi

Proses pemungutan suara ini menjadi sorotan karena Musk, yang diperkirakan memiliki 13-15% saham, diizinkan untuk berpartisipasi. Hal ini dimungkinkan setelah Tesla secara resmi memindahkan pendaftaran badan hukumnya dari Delaware ke Texas tahun lalu. Hukum Delaware sebelumnya melarang CEO memberikan suara terkait kompensasi mereka sendiri.

Meskipun lolos, proposal ini menghadapi penentangan kuat. Sejumlah investor institusional besar, termasuk Dana Abadi Norwegia (Norges Bank Investment Management), yang merupakan salah satu dari 10 pemegang saham terbesar, menentang paket tersebut. Pihak dana abadi menyatakan, meskipun mereka “mengakui nilai signifikan yang dihasilkan oleh kepemimpinan Musk,” mereka tetap “khawatir atas besarnya paket yang belum pernah terjadi sebelumnya.”

Lembaga penasihat proksi terbesar di dunia, ISS, juga merekomendasikan pemegang saham untuk menolak proposal tersebut, dengan alasan nilainya yang berlebihan. Dewan direksi Tesla sebelumnya telah memperingatkan pemegang saham bahwa Musk berpotensi meninggalkan perusahaan jika paket kompensasi ini gagal disetujui.

Syarat Berat untuk Bayaran Fantastis

Jalan Musk untuk mendapatkan kompensasi penuh sangatlah panjang dan terjal. Paket ini dirancang dalam 12 tahap yang harus dicapai hingga tahun 2035. Target awalnya adalah meningkatkan kapitalisasi pasar Tesla dari sekitar $1,5 triliun saat ini menjadi $2 triliun, sebelum akhirnya mencapai target puncak $8,5 triliun.

Selain itu, ia dituntut untuk berhasil mengirimkan 20 juta unit kendaraan—jumlah yang lebih dari dua kali lipat total pengiriman Tesla sepanjang sejarahnya. Target ambisius lainnya termasuk mencapai 10 juta langganan perangkat lunak Full Self-Driving (FSD), menyebarkan 1 juta robot humanoid ‘Optimus’, mengoperasikan 1 juta robotaxi komersial, dan mencatatkan EBITDA (laba sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi) sebesar $400 miliar.

Potensi Melampaui Rockefeller

Apabila Musk berhasil memenuhi semua target, paket senilai $1 triliun ini akan menjadi remunerasi CEO terbesar dalam sejarah korporat global. Associated Press (AP) mencatat bahwa pencapaian sebagian target saja dalam beberapa tahun ke depan dapat menambah miliaran dolar pada kekayaannya.

Pencapaian ini berpotensi menempatkan Musk melampaui John D. Rockefeller sebagai orang terkaya dalam sejarah AS. Menurut Guinness World Records, kekayaan puncak Rockefeller 110 tahun lalu diperkirakan setara dengan $630 miliar (sekitar 912,87 triliun won) dalam nilai dolar saat ini. Sebagai perbandingan, Forbes saat ini memperkirakan kekayaan bersih Musk berada di angka $493 miliar (sekitar 714,35 triliun won).

Saham Tesla Jatuh di Tengah Pelemahan Sektor Teknologi

Ironisnya, di tengah berita persetujuan paket kompensasi ini, saham Tesla di bursa New York pada 6 November justru ditutup anjlok 3,54% ke level $445,91. Penurunan ini memangkas kapitalisasi pasarnya menjadi $1,483 triliun. Saham EV lainnya, Rivian, juga melemah 1,30%.

Sebaliknya, saham Lucid Motors melonjak 4,18% menjadi $17,96, didorong oleh laporan perbaikan kinerja dan berkurangnya kerugian pada kuartal sebelumnya.

Analis menilai penurunan Tesla tidak didorong oleh faktor internal spesifik, melainkan terseret oleh pelemahan umum di sektor teknologi. Kekhawatiran kembali muncul di Wall Street mengenai valuasi saham teknologi yang dianggap sudah terlalu tinggi (overvaluation).

Pelemahan ini dipicu oleh jatuhnya saham-saham terkait kecerdasan buatan (AI) setelah penasihat AI dan kripto Gedung Putih, David Sacks, menegaskan bahwa “tidak akan ada bailout federal untuk AI.” Pernyataan ini muncul setelah CFO OpenAI, Sarah Fryer, mengindikasikan keterbukaan terhadap investasi pemerintah untuk mendanai kebutuhan chip AI yang masif. Sentimen negatif di sektor AI ini tampaknya turut menekan saham Tesla.